Festifal Seni Pahat di Pesta Yaahowu
Juara I Diraih Pemahat dari Nias Selatan
Dibaca sebanyak 14586 kali
Pemko Gunung Sitoli | Laporan: Adi Eli Laoly | Rabu, 29/11/2017 | 20:53:41 WIB
 |
|
Tiga pemahat dari Nias Selatan, tampak serius memahat sebuah patung,
yang digelar pada Festival Seni Pahat salah satu lomba pada Pesta
Yaahowu Tahun 2017, di Kota Gunungsitoli-Sumatera Utara. [Foto: Adi
Laoly] |
Gunungsitoli, Riausidik.com - Tiga orang pemahat asal Nias Selatan tampil sebagai juara 1, pada Festival Seni Pahat, salah satu rangkaian acara pesta Yaahowu, 23 hingga 26 November 2017, di Lapangan Merdeka, Kota Gunungsitoli, yang mana Kota GUnungsitoli sebagai tuan rumah Pesta Yaahowu Tahun 2017.
Pemahat asal Nisel ini berhasil mengalah 9 orang pemahat lainnya berasal dari kontingen Kabupaten Nias, Kabupaten NIas Barat dan Kota Gunungsitoli. Festival seni pahat ini digelar selama tiga hari berturut dimulai pada hari kedua Pesta Yaahowu 2017, Jumat (24/11), dan berakhir pada hari Minggu (26/11) sekaligus hari penutupan Pesta Yaahowu.
“Pada event pesta Yaahowu tahun ini, kita akan melaksanakan Festival Seni Pahat, bertujuan menggali keterampilan para generasi muda dalam seni ukir/pahat yang sudah menjadi warisan para leluhur kita ribuan tahun yang lalu," kata Wakil Walikota Gunungsitoli Sowaa Laoli sekaligus sebagai ketua umum panitia pelaksanaan pesta Yaahowu Tahun 2018, saat membuka pameran kuliner khas Nias, di Lapangan Merdeka, Kota Gunungsitoli, Kamis (23/11/2017).
Tiga pemahat asal Desa Bawomataluo Kecamatan Fanayama Kabupaten Nias Selatan ini, yakni Hiburan Zagoto, Setuju Zagoto, dan Mustafa Nehe, menjadi grup pemahat pertama yang lebih dulu selesai.
Setuju memahat patung Adu Zatua, sedangkan Hiburan dan Mustafa masing-masing memahat patung Adu Siraha dan Adu Nuwu. Kayu yang digunakan mereka berasal dari pohon yang diduga hanya tumbuh di Pulau Nias, yakni Manawa Danö, Afoa, dan Berua.
"Adu Zatua adalah gambaran sosok orang tua, yang digunakan untuk mengenang arwah leluhur, Adu Nuwu merupakan sosok panutan dan penyebar berkah, sedangkan Adu Siraha adalah raja adat. Keduanya ini mesti dijunjung tinggi," jelas Ariston Zagoto, ketua kelompok pemahat asal Desa Bawomataluo, "Gaili Anaa".
Masyarakat Nias Selatan diperkirakan telah mengenal seni ukir batu sejak zaman Neolitikum. Namun untuk seni pahat/ukir kayu baru sekitar 800 tahun lalu. Kala itu, masyarakat membuat patung kayu untuk disembah. Di setiap rumah adat Nias Selatan pada zaman sebelum agama masuk pasti memiliki "Osali", semacam tempat pemujaan patung-patung.
"Khusus untuk patung yang disembah, harus kayu Pohon "Fosi"," tambah Ariston.
Di masa kini, masyarakat Nias Selatan sudah meninggalkan kebiasaan menyembah patung, namun seni memahat kayu tetap dipertahankan sebagai warisan leluhur. Ketiga pemahat ini mengaku sudah sejak remaja terampil memahat.
“Biasanya patung ukuran seperti yang diperlombakan tadi, hanya butuh satu hari menyiapkannya," tutup Ariston meyakinkan.
Tampil sebagai juara pertama pada festival seni pahat ini yakni kontingen dari Nias Selatan, disusul Juara 2 dari Nias Barat, Juara 3 Kota Gunungsitoli, sedangkan kontingen dari Kabupaten Nias, hanya mampu menduduki juara harapan.
Sementara itu Kadis Pariwisata Kota Gunungsitoli, Yasokhi Harefa mengatakan para peserta pada Festival Seni Pahat ini, selain diberikan piala juga mendapatkan hadiah berupa uang pembinaan. Secara rinci dikatakannya, untuk Juara I mendapatkan uang pembinaan sebesar Rp 6 juta, Juara II Rp 5 juta, Juara III Rp 4 juta, dan Juara harapan Rp 3 juta, ujar Yasokhi. ***